Thursday, April 10, 2014


PARADIGMA PENDIDIKAN NASIONAL ERA PRAKRISIS

Popularisasi Pendidikan :
Bangsa Indonesia dilanda krisis total menerpa seluruh aspek kehidupan masyarakat dan berbangsa. Krisis yang bermula dari krisis moneter ekonomi kemudian berkembang menjadi krisis politik, hukum, kebudayaan dan akhirnya menjadi krisis kepercayaan. Krisis yang menyeluruh tersebut pada hakikatnya merupakan refleksi krisis kebudayaan karena berkaitan dengan rapuhnya kaidah-kaidah etik dan moral dari bangsa kita. Krisis kebudayaan pula merupakan krisis pendidikan (Tilaar : 2004) karena kebudayaan merupakan jaringan yang dibentuk dan membentuk pribadi-pribadi masyarakat Indonesia. Karenanya diperlukan meninjau kembali paradigma-paradigma yang telah mendasari krisis pendidikan nasional. Dari analisis mengenai paradigma-paradigma sistem pendidikan nasional beserta hasil-hasil yang telah dicapai, maka kita akan mempunyai suatu gambaran keseluruhan mengenai kekeliruan-kekeliruan yang telah kita lakukan pada masa lalu. Dari hasil yang telah kita capai selama era pra-krisis  akan kita temukan anomali-anomali yang terjadi, yaitu kesenjangan anatara apa yang diharapkan dan apa yang dihasilkan.
  1. Peningkatan pendidikan merupakan pemutusan mata rantai kemiskinan (teori lingkaran setan penanggulangan kemiskinan)
  2. Mempercepat terpenuhinya wajib belajar pendidikan sekolah dasar untuk semua anak usia sekolah dasar (education for all)
  3. Merintis pelaksanaan wajib belajar 9 tahun untuk meningkatkan kecerdasan rakyat
Hasil-hasil yang dicapai :
  1. Meningkatnya tingkat pendidikan rata-rata penduduk ternyata tidak dengan sendirinya menurunkan kemiskinan absolut
  2. Peningkatan pertumbuhan ekonomi tidak diikuti dengan peningkatan investasi dalam bidang pendidikan sehingga sulit untuk meningkatkan mutu dan relevansi pendidikan.
  3. Angka partisipasi sekolah dasar, sekolah menengah, dan pendidikan tinggi terus meningkat. Pada tahun 1984 sudah dicapai target wajib belajar 6 tahun sebagai pendidikan universal. Namun demikian angka partisipasi untuk pendidikan tinggi adalah yang terendah di asia.
Anomali-anomali
  1. Peningkatan kuantitatif pendidikan tidak sejalan dengan peningkatan produktifitas. Tingkat keterampilan tenaga kerja Indonesia termasuk terendah di Asia
  2. Tingkat pengangguran sarjana semakin lama semakin meningkat.
  3. Popularisasi pendidikan tidak sejalan dengan investasi untuk sektor pendidikan dan anggaran belanja pemerintah.
  4. Popularisasi pendidikan tidak sejalan dengan usaha-usaha serius peningkatan kualitas

No comments:

Post a Comment