BAB
II
Behaviorisme
lahir diperjuangkan oleh pendirinya, B. Watson. Watson juga menulis buku yang
berjudul “Psychology as the Behaviorist Views It.” Behaviorisme menjadi aliran
dominan dari tahun 1920-1950, namun ia tidak sepenuhnya bebas dari penantang. Pendapat
yang menantangnya , yakni psikologi Gestal, menekankan pada pentingnya persepsi
pemelajar dalam situasi pemecahan masalah dan karenanya ia membahas persoalan
kognisi.
Dua pendekatan
awal untuk mempelajari perilaku adalah pengkondisian klasik dan koneksionisme.
Kebenaran adalah “hal-hal yang bisa dilakukan.” John Watson mendukung studi
perilaku. Alasannya adalah semua organisme menyesuaikan diri dengan lingkungan
melalui respons, dan respons-respons tertentu biasanya disebabkan oleh
peristiwa (stimuli) tertentu. Dengan mempelajari perilaku, psikolog akan mampu
untuk memprediksi respons yang akan menjadi ilmu eksperimental objektif.
A. Asumsi
Dasar
Tiga asumsi dasar tentang
belajar:
1. Fokus
pada perilaku yang diamati bukan kejadian mental.
2. Perilaku
harus dipelajari melalui elemennya yang paling sederhana.
3. Proses
belajar adalah perubahan behavioral.
B. Ivan
Pavlov
Eksperimennya
yang terkenal adalah tentang refleks. Yang mengontrol perilaku sederhana saat
meneliti refleks keluarnya air liur anjing.
Pengkondisian klasik Pavlov:
Sebelum classical conditioning
·
Neutral Stimulus =
Tidak ada respons
·
UCS =
UCR
Proses classical conditioning
·
Neutral stimulus + UCS = UCR
Setelah classical conditioning
·
CS =
CR
Ket:
UCS = Unconditional Stimulus
UCR = Unconditional Respons
CS = Conditional Stimulus
CR = Conditional Respons
Hal lain yang
dapat diukur adalah resistensi terhadap pelenyapan (extincion) dan hambatan (inhibition).
C. John
Watson
Watson sepakat
dengan Sigmund Freud, bahwa kehidupan emosi dewasa dimulai sejak masa bayi dan
emosi itu dapat ditransfer dari suatu objek/ kejadian ke objek atau kejadian
lainnya. Menurutnya, pengkondisian melibatkan 3 reaksi dasar (cinta, marah,
takut). Watson melakukan eksperimen dengan mengondisikan ketakutan Albert
(anaknya) terhadap beberapa objek yang berbulu halus.
D. Edward
Thorndike
Meskipun
koneksionisme Edward Thorndike biasanya dirujuk sebagai teori behavioris, ia
berbeda denan pengkondisian klasik dalam dua hal. Pertama, Thorndike tertarik
dengan proses mental, dan dia pertama-tama mendesain eksperimennya untuk
meneliti proses pemikiran binatnag. Kedua, alih-alih meriset reaksi refleks
atau tidak sukarela, Thorndike meneliti perilaku mandiri atau sukarela.
Prosedur eksperimentalnya yang khas adalah membuat hewan harus keluar dari kurungna
(atau membuka kotak tertutup) untuk mendapatkan makanan. Thorndike menggunakan
kotak puzzle yang mengharuskan
penekanan tuas atau mekanisme lain agar bisa keluar dari kotak.
Thorndike awalnya
mengidentifikasi tiga hukum belajar:
1. Hukum
Efek (law of effects)
Menyatakan bahwa
suatu keadaan yang memuaskan setelah respons akan memperkuat koneksi antara
stimulus dan perilaku yang tepat, dan keadaan yang menjengkelkan akan
melemahkan koneksi tersebut.
2. Hukum
Latihan (law of exercise)
Menyatakan bahwa
perulangan atau repetisi dari pengalaman akan meningkatkan peluang respons yang
benar.
3. Hukum
Kesiapan (law of readiness)
Mendeskripsikan
kondisi yang mengatur keadaan yang disebut sebagai “memuaskan” atau
“menjengkelkan”.
E. Gestalt
Fokus awal Gestalt adalah pengalaman persepsi.
Ada 4 asumsi dasar Gestalt:
1. Yang
dipelajari adalah perilaku molar bukan molecular.
2. Organisme
merespons “keseluruhan sensoris yang tersegregasi”.
3. Lingkungan
geografis sebagaimana adanya, lingkungan behavioral cara suatu muncul
4. Organisasi
sensoris.
Hukum Gestalt
dasar, yakni hukum Pragnanz, dan hukum terkait. Istilah Pragnanz berarti
esensi, dan hukum ini menunjukkan pengorganisasian psikologis terhadap
sekelmpok stimuli. Hukum terkait, hukum organisasi perseptual mendeskripsikan 4
karakteristik utama dari bidang visual yang memengaruhi persepsi yaitu,
kedekatan dari setiap elemen (proximity), ciri yang sama, seperti warna (similarity), tendensi elemen untuk
melengkapi pola (open direction), dan
kontribusi elemen stimulus terhadap struktur sederhana keseluruhan (simplicity).
F. Perbandingan
antara Behaviorisme dan Tori Gestalt
Aplikasi ke Pendidikan
Behaviorisme
mendefinisikan belajar sebagai perubahan perilaku dan mengidetifikasi stimuli
dan respons spesifik sebagai fokus riset. Sebaliknya, psikologi Gestalt
berpendapat bahwa seseorang merespons stimuli yang terorganisasi dan persepsi
perorangan adalah faktor penting untuk memecahkan masalah.
Selain
kontribusi untuk psikologi (deskripsi neuroses
dan faktor dalam kecanduan obat), pengkondisian klasik juga membahas
aspek-aspek dari situasi sehari-hari.
Isu yang
diangkat psikologi Gestalt untuk masalah pendidikan adalah soal makna,
pemahaman, dan wawasan yang merupakan karakteristik manusia.